JS Barokah 354

Makanan Berbumbu Cinta

“Soal Rasa, Lidah Ngga Pernah Bohong.” Meminjam tagline salah satu iklan produk mie instan. Lidah sebagai indra perasa yang dapat membedakan cita rasa dari makanan yang dilumatkan dalam mulut. Lidah memberitahu kita apa itu manis, pahit, serta sensasi pedas. Manisnya secangkir teh yang telah diaduk dengan sesendok gula pasir, pahitnya obat saat kita terserang penyakit, sampai dengan bagai maen roller coaster yang memacu adrenalin kita saat makan sepiring rujak yang aduhai pedasnya. Semakin pedas semakin pengin nambah. Berbagai sensasi rasa berbeda yang kita rasakan saat mengecap, mengunyah, melumatkan sedikit demi sedikit makanan dalam mulut kita. Rasa yang telah ditentukan takarannya oleh lidah kita.

“Soal Rasa, Lidah Ngga Pernah Bohong.” Meminjam tagline salah satu iklan produk mie instan. Lidah sebagai indra perasa yang dapat membedakan cita rasa dari makanan yang dilumatkan dalam mulut. Lidah memberitahu kita apa itu manis, pahit, serta sensasi pedas. Manisnya secangkir teh yang telah diaduk dengan sesendok gula pasir, pahitnya obat saat kita terserang penyakit, sampai dengan bagai maen roller coaster yang memacu adrenalin kita saat makan sepiring rujak yang aduhai pedasnya. Semakin pedas semakin pengin nambah. Berbagai sensasi rasa berbeda yang kita rasakan saat mengecap, mengunyah, melumatkan sedikit demi sedikit makanan dalam mulut kita. Rasa yang telah ditentukan takarannya oleh lidah kita.

Beragam jenis makanan pernah singgah di lidah kita. Makanan yang lidah kita sudah terbiasa sampai dengan makanan yang menyebut namanya saja terkadang susah. Bagi yang pernah tinggal di daerah pedesaaan mungkin pernah mengenal berbagai produk olahan lokal ini. Gethuk dengan berbagai variannya, pothil yang bentuknya bulat-bulat kecil dengan lubang di tengahnya tapi jangan dibayangkan seperti donat bentuknya karena jelas jauh berbeda dari segi ukuran, ada juga yang namanya tiwul yang bisa dimakan sebagai pengganti makanan pokok nasi dan kesemuanya adalah makanan olahan yang terbuat dari ubi/singkong. Atau jenis makanan yang lebih terkenal dan sering dijumpai di daerah perkotaan seperti makanan dengan nama-nama impornya yaitu spagetti yang ternyata makanan sejenis mie atau pizza konon berasal dari negara tempat tinggalnya Fransesco Totti, Italia. Walaupun nama makanan impor itu sudah menjamur dan semakin akrab di telinga kita tetap cita rasa dan kekhasan kuliner lokal tak bisa tergantikan.
Hmm…berbicara kuliner produk lokal maupun luar negeri dan alat perasanya yang bisa membedakan enak dan tidaknya setelah diolah dengan sangat cepat sepersekian juta detik oleh otak kita, tak afdhol bila tak membahas makanan berbumbu cinta. Makanan yang dibuat dengan rasa cinta dan orang yang memakannya juga kena radiasi cinta itu. Wow rasa cinta? Bukannya rasa itu pedas, manis, pahit, asin dsb. Kok rasa cinta bisa bisa membuat makanan terasa lezat dan nikmat?

Kata orang ketika orang terserang virus cinta “tai kucing terasa coklat”. Yah ini hanya kiasan jangan diartikan secara harfiah dan jangan benar-benar dipraktekkan. Rasa cinta yang diperoleh dari ketulusan, pengabdian, kasih sayang seorang istri kepada keluarganya menimbulkan efek samping bagi anggota keluarga lainnya tak terkecuali sang suami. Efek samping tertular virus yang serupa. Serangan virus yang sebisa mungkin tetap dibiarkan tumbuh dan berkembang selalu.

Hingga hasil olahan yang disajikan oleh sang pujaan hati yang berbalut dengan cinta itu membuat makanan enak menjadi lebih terasa nikmatnya, makanan yang jika orang lain yang merasakannya serasa hambar akan berbeda jika dimakan oleh sang suami, tentu terasa lezat. Lidah sebagai indra perasa sedikit keluar dari prosedur yang biasanya dalam menganalisis rasa. Sedikit keasinan, kurang asin, kurang manis menjadi situasi yang dapat ditolerir.

Ya awal-awal membina keluarga tentu belum menjadi hal yang lumrah. Si indra perasa dan otak masih menimbang-nimbang rasa yang sebenarnya pas. Masih menakar kadar toleransi seberapa jauh rasa itu menyimpang dari kata enak. Masih butuh waktu menentukan “nah ini yang dinamakan enak”. Seiring berjalannya waktu dalam merasakan pahit getirnya mengarungi samudra kehidupan, jatuh dan bangun bersama rasa cinta yang telah disemai tumbuh dan berkembang. Indra perasa dan otak ikut terserang virus ini, efek magisnya lidah menjadi mati rasa dengan yang namanya tidak enak. Rasa yang dulu kurang pas menjadi enak dan lama kelamaan bertambah kelezatannya. Disamping keahlian memasak dari istri yang meningkat, rasa cinta dari pasangan ini adalah penyebab. Yah gampangnya saat kita tiba-tiba tau sedang memakan sesuatu dari orang yang kita benci, refleks kita langsung memuntahkan makanan itu, perintah otak yang disampaikan kepada lidah untuk membuangnya. Efek benci, sebaliknya dengan efek cinta. Kehebatan rasa cinta yang bisa membuat lidah dan otak tak berkutik bertekuk lutut mengakui kelezatan masakan sang istri.

Memang benar adanya makanan yang terenak adalah hasil kreasi tangan cantik yang telah terbiasa bergandengan tangan dengan kita. Tangan yang dapat memadupadankan bahan serta bumbu untuk meracik sesuatu yang disebut masakan keluarga. Menjelma menjadi seorang chef berpengalaman dengan jam terbang yang tidak bisa dianggap remeh. Jam terbang yang semakin mengasah serta kemampuannya dalam dunia kuliner. Kuliner hasil ciptaannya yang ditunggu oleh setiap anggota keluarga dan selalu terasa lebih enak dinikmati dengan rasa cinta.
Bagaimana pula bila rasa itu tlah memudar mungkin disebabkan suatu hal. Misalnya kekecewaan karena penghianatan? Penghianatan yang entah awal mulanya hingga menyebabkan suatu bahtera rumah tangga goyah diterjang badai, limbung, sekuat tenaga mempertahankan menjaga tetapi akhirnya harus karam. Virus yang dulu menyerang dan berkembang tiba-tiba hilang. Lidah dan otak pun akan kembali ke tugasnya seakan belum pernah mengenal rasa cinta, bahkan mungkin lebih dari itu. Takkan ada lagi hambar seakan-akan enak, enak menjadi lebih nikmat. Yang ada hambar ya hambar, enak bisa jadi terasa hambar. Karena magisnya rasa yang pernah hinggap dari sepasang kekasih itu tlah hilang terbang melayang pergi tak berbekas.

Agar “tai kucing tetap serasa coklat” dan “air tawar bagaikan lemon tea”, pupuk dan sirami terus rasa cinta yang tlah berkembang dengan pasangan kita. Menjaganya jangan sampai layu, tercerabut, mati dan menghilang.
Catatan: “Masakan istri saya asli enak dan bertambah lezat dengan rasa cinta bukan termasuk golongan hambar yang terasa enak..hehe :) dan semoga cinta itu selalu tumbuh dan berkembang”

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Makanan Berbumbu Cinta"

Posting Komentar